Pengajaran di sekolah, termasuk
pengajaran sastra, menjadi tumpuan yang sangat vital. Jika kita gagal membentuk
karakter yang positif dan unggul pada diri siswa, bisa-bisa masa depan bangsa
ini akan semakin terpuruk, kehilangan harapan, atau setidaknya akan
kehilangan kepribadian dan gampang dijajah serta ”diperbudak” oleh bangsa lain
yang lebih adidaya.
Belajar sastra adalah salah satu
keterampilan yang imajinatif dan komunikatif bagi siswa sebagai pencipta maupun
penikmat sastra. Di dalamnya terdapat muatan mendidik yang tersirat dan tidak
bersifat doktrin. Siswa juga bisa mencerna sesuai dengan perkembangan jiwanya
dan membuatnya sangat peka terhadap karya sastra itu sendiri.
Minat terhadap sastra kini
mengalami degradasi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan jaman yang serba instan
dan serba cepat. Karya sastra anak didominasi oleh komik-komik dari luar negeri
seperti Spongebob, Dora the Explorer, Naruto, dan sebagainya. Bahkan tradisi mendongeng untuk
penina bobokan anak sebagai pengantar tidur sang anak sudah tidak menarik lagi bagi seorang anak dan menjadi
sesuatu yang sangat asing.
Membaca karya sastra bukan hanya untuk mendapatkan kepuasan karena keindahannya, melainkan juga untuk memperkaya wawasan dan daya nalar. Sastra adalah vitamin batin, karena mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan kepada pembacanya dan memberikan pencerahan. Mengingat peranan sastra dalam pengembangan kepribadian pembacanya, maka pengajaran sastra di sekolah sangatlah penting.
Dalam Standar Isi mata pelajaran Bahasa
Indonesia Kurikulum 2006 (KTSP) disebutkan bahwa mata pelajaran bahasa
Indonesia bertujuan antara lain agar peserta didik memiliki kemampuan menikmati
dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, juga
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.
Seperti penjelasan di atas, sesungguhnya pembelajaran sastra memiliki tujuan yang mulia dan
besar. Hanya saja, tujuan
tersebut cuma akan
menjadi slogan apabila dalam pembelajaran sastra di sekolah tidak dilakukan
secara maksimal. Jadi, untuk mewujudkan dan mengembalikan pembelajaran sastra pada tujuan
tersebut, maka pembelajaran apresiasi sastra yang saat ini lesu dan tak berdaya
ini harus kembali diberdayakan.
Dalam rangka pemberdayaan pembelajaran
apresiasi sastra di sekolah, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan yaitu
sebagai berikut: satu) Memasukkan
pendidikan karakter ke dalam semua mata pelajaran di sekolah, dua) Membuat slogan-slogan atau
yel-yel yang dapat menumbuhkan kebiasaan semua masyarakat sekolah untuk bertingkah
laku yang baik, tiga) Membiasakan perilaku yang
positif di kalangan warga sekolah, empat) Melakukan pemantauan secara kontinyu.
Sebagai wujud untuk menyampaikan atau
menginjeksikan pendidikan
karakter dalam sastra kepada peserta didik ada beberapa upaya yang bisa
dilakukan oleh pendidik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Pendidik
mengungkapkan nilai-nilai dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia
dengan pengintegrasian langsung nilai-nilai karakter yang menjadi bagian
terpadu dari mata pelajaran tersebut. Satu) Cerpen, melalui cerpen Pendidik bisa menggunakan perbandingan cerita pendek
berdasarkan kehidupan atau kejadian-kejadian dalam hidup para peserta didik. Dua) Pantun, dengan Pantun Peserta didik diajak membuat berbagai pantun nasehat untuk memunculkan
berbagai nilai-nilai karakter dalam kehidupan peserta didik. Nasehat-nasehat
yang dibuat akan menggores diingatannya, peserta didik akan mengaplikasikannya
karena nasehat itu berasal dari dirinya sendiri untuk
teman-temannya. Tiga) Cerita Lisan , dengan
cerita lisan pendidik bias menggunaan
contoh sastra lisan dalam hal ini cerita rakyat merupakan sarana yang baik
untuk memberikan contoh kepada peserta didik. Apalagi cerita yang disampaikan
adalah cerita rakyat dari daerah peserta didik sendiri.
Selain cara-cara di atas masih banyak
cara-cara yang lainnya yang bisa digunakan oleh pendidik atau bahkan
dikombinasikan untuk menyampaikan nilai-nilai dalam pendidikan karakter, namun
jangan terlepas dari penyeleksian atau pemilihan bahan ajar yang tepat. Karena
dengan memilih bahan ajar yang tepat, peserta didik akan merasakan kedalaman
materi yang membuat mereka menyadari makna kehidupan. Kesadaran itulah yang
akan membuat pembelajaran bukan sekadar mengajarkan materi, tetapi juga
mendidik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar